Pertanyaan:
Saya ingin bertanya tentang hadits:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika usianya 7 tahun. Dan pukullah mereka ketika usianya 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud)
Apakah hadits ini menunjukkan bolehnya memukul anak jika tidak mau shalat? Atau bagaimana pemahaman yang benar?
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin, nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Hadits tersebut adalah hadits yang shahih, diriwayatkan dari kakeknya Amr bin Syu’aib radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud.
Dan benar bahwa hadits ini merupakan dalil bolehnya memukul anak yang enggan shalat. An-Nawawi rahimahullah menjelaskan:
وَالاِسْتِدْلاَل بِهِ وَاضِحٌ، لأَِنَّهُ يَتَنَاوَل الصَّبِيَّ وَالصَّبِيَّةَ فِي الأَْمْرِ بِالصَّلاَةِ وَالضَّرْبِ عَلَيْهَا
“Pendalilan dari hadits ini sangat jelas, tentang wajibnya memerintahkan anak untuk shalat dan bolehnya memukul mereka, karena lafadz hadits ini mencakup anak laki-laki dan anak perempuan.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, 3/11)
Namun perihal memukul anak dalam masalah ini terdapat kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan dengan baik, tidak boleh serampangan. Di antaranya:
1. Tujuan memukul adalah untuk mendidik.
Dibolehkannya memukul anak oleh syariat adalah sebagai salah satu metode untuk mendidik anak dan amar makruf nahi mungkar. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan.” (QS. at-Tahrim: 6)
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam an-Nawawi membuat judul bab:
باب وجوب أمره أهله وأولاده المميزين وسائر من في رعيته بطاعة الله تعالى ونهيهم عن المخالفة وتأديبهم ومنعهم من ارتكاب مَنْهِيٍّ عَنْهُ
“Bab wajib (bagi seorang suami) untuk memerintahkan istri dan anak-anaknya yang sudah mumayyiz serta semua orang yang ada dalam tanggung jawabnya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala dan melarang mereka dari semua penyimpangan serta wajib mengatur mereka serta mencegah mereka terhadap hal-hal yang dilarang agama.”
Maka tidak boleh memukul anak dalam rangka untuk menumpahkan emosi semata. Ini adalah bentuk kezaliman kepada anak yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah orang yang bertanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah orang yang bertanggung jawab dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari no. 893, Muslim no.1829)
2. Hendaknya pukulan merupakan langkah terakhir, utamakan cara yang lemah lembut.
Al-Izz bin Abdissalam rahimahullah menjelaskan:
وَمَهْمَا حَصَل التَّأْدِيبُ بِالأَْخَفِّ مِنَ الأَْفْعَال وَالأَْقْوَال، لَمْ يُعْدَل إِلَى الأَْغْلَظِ، إِذْ هُوَ مَفْسَدَةٌ لاَ فَائِدَةَ فِيهِ، لِحُصُول الْغَرَضِ بِمَا دُوْنَهُ
“Ketika pengajaran kepada anak sudah tercapai dengan cara-cara yang ringan baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh beralih kepada cara yang keras. Karena itu akan memberikan kerusakan yang tidak ada faedahnya. Karena dengan cara-cara yang ringan pun sudah tercapai tujuannya tanpa cara yang keras.” (Qawa’idul Ahkam, 2/75)
Maka jika anak enggan shalat, tidak boleh langsung dipukul. Melainkan lebih dahulu diajak dengan lemah lembut, persuasif, dan kata-kata yang baik. Pukulan adalah alternatif yang paling terakhir. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فإنَّ الرِّفْقَ لم يكُنْ في شَيءٍ قَطُّ إلَّا زانَه، ولا نُزِعَ من شَيءٍ قَطُّ إلَّا شانَه
“Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya. Dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.” (HR. Abu Daud no.4808, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud)
3. Bolehnya memukul adalah jika ada sangkaan kuat akan menghasilkan suatu maslahat.
Al-Izz bin Abdissalam juga menjelaskan:
إِنَّمَا جَازَ لِكَوْنِهِ وَسِيلَةً إِلَى مَصْلَحَةِ التَّأْدِيبِ، فَإِذَا لَمْ يَحْصُل التَّأْدِيبُ بِهِ، سَقَطَ الضَّرْبُ … لأَِنَّ الْوَسَائِل تَسْقُطُ بِسُقُوطِ الْمَقَاصِدِ
“Sesungguhnya dibolehkannya memukul anak adalah sebagai sarana pengajaran. Jika pengajaran tidak tercapai dengan cara pukulan, maka gugurlah kebolehan untuk memukul … karena sarana itu gugur jika tujuannya gugur.” (Qawa’idul Ahkam, 1/102)
Maka jika orang tua mengetahui bahwa si anak tidak akan jera jika dipukul, orang tua tidak boleh memukul, namun harus menggunakan cara lain yang bisa mencapai maksud.
Demikian juga tidak boleh memukul anak jika ada sangkaan kuat bahwa si anak akan kabur. Karena dalam keadaan ini maslahat pengajaran tidak akan tercapai. Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah mengatakan:
ثُمَّ مَحَلُّ مَا ذَكَرَ مِنْ وُجُوبِ الضَّرْبِ مَا لَمْ يَتَرَتَّبْ عَلَيْهِ هَرَبُهُ وَضَيَاعُهُ ، فَإِنْ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ ذَلِكَ تَرَكَهُ
“Kemudian terkait apa yang kami jelaskan tentang kewajiban memukul anak (yang enggan shalat) itu selama tidak membuat sang anak lari atau kabur. Jika bisa menyebabkan demikian, maka tidak boleh memukul.” (Tuhfatul Muhtaj, 1/449)
4. Pukulan tidak boleh sampai melukai.
Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas, beliau menjelaskan:
أَيْ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَوْ لَمْ يُفِدْ إلَّا بِمُبَرِّحٍ تَرَكَهُ
“Maksudnya adalah pukulan yang tidak melukai. Jika tidak mempan kecuali dengan pukulan yang melukai, maka tidak boleh memukul sama sekali.” (Hasyiyatul Jamal, 1/289)
Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah disebutkan:
كَذَلِكَ يُشْتَرَطُ فِي الضَّرْبِ عِنْدَ مَشْرُوعِيَّةِ اللُّجُوءِ إِلَيْهِ أَنْ يَغْلِبَ عَلَى الظَّنِّ تَحْقِيقُهُ لِلْمَصْلَحَةِ الْمَرْجُوَّةِ مِنْهُ، وَأَنْ يَكُونَ غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلاَ شَاقٍّ، وَأَنْ يَتَوَقَّى فِيهِ الْوَجْهَ وَالْمَوَاضِعَ الْمُهْلِكَةَ
“Bolehnya memukul anak dipersyaratkan ada sangkaan kuat bahwa akan tercapai maslahat yang diinginkan dan pukulannya bukan pukulan yang melukai atau berat bagi sang anak, dan wajib menghindari memukul wajah dan anggota badan yang rawan.” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 45/71)
Sebagaimana juga disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا ضرَب أحَدُكم فليتَّقِ الوَجْهَ
“Jika kalian memukul, maka jauhi wajah.” (HR. Abu Daud no.4493. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Daud)
Demikian juga tidak boleh memukul kepala, kemaluan, perut, atau anggota badan yang rawan lainnya. Demikian juga tidak boleh memukul sampai merusak fisik, tidak boleh mencolok mata, tidak boleh menggunakan api, mencekik, semua ini adalah cara-cara yang diharamkan dan tidak diperbolehkan sama sekali. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu Majah no.2431, dihasankan oleh an-Nawawi dalam al-Arba’in no. 32)
5. Tidak boleh memukul anak ketika akal anak kurang sempurna, seperti ketika ia sedang emosi, sedang menangis.
Ibnu Najim rahimahullah menjelaskan:
يَنْبَغِي أَنْ يُلْحَقُ بِهِ مَا إذَا ضَرَبَتْ الْوَلَدَ الَّذِي لَا يَعْقِلُ عِنْدَ بُكَائِهِ
“Dan hendaknya diperhatikan satu syarat lagi, yaitu ketika seorang ibu memukul anaknya, hendaknya tidak ketika sang anak tidak bisa berpikir sempurna, seperti ketika ia sedang menangis.” (Al-Bahrur Raiq, 5/53)
Karena memukul anak di saat akalnya kurang sempurna, membuat ia tidak bisa memahami maksud dari pengajaran yang diinginkan, sehingga tidak akan tercapai maslahat yang diharapkan.
Demikian beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam masalah memukul anak yang hendaknya diperhatikan oleh setiap orang tua dan para pendidik.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/39578-penjelasan-hadits-tentang-memukul-anak.html